Pages

Kamis, 29 November 2012

Knock Nevis, Kapal Tanker Yang Mengangkut Banyak Cerita

Knock Nevis
Kapal yang kini bernama Knock Nevis ini memang lain dibanding dengan yang lain. Kapal ini merupakan kapal laut terbesar di dunia yang pernah dibuat orang. Dan mungkin juga menjadi kapal yang paling sering berganti nama. Itu karena Knock Nevis memang sering berganti pemilik. Meskipun memegang gelar sebagai kapal terbesar di dunia, tapi kini Knock Nevis tidak difungsikan sebagai kapal lagi. Sekarang tugasnya adalah sebagai floating storage dan Offloading Unit di Dubai.

Untuk menggambarkan ukuran raksasa super tanker ini, kita dapat lihat pada dimensinya. Kapal yang dibangun di galangan kapal Sumitomo Heavy Industries – Jepang ini memiliki panjang 1.504 feet atau setara dengan 458,5 meter. Bobotnya 564.763 DWT. Bandingkan dengan ukuran kapal induk yang paling besar sekalipun. Karena ukurannya tersebut, super tanker ini tidak bisa melintasi terusan Panama dan terusan Suez. Dimensi ukurannya memang luar biasa besar. Karena kendala seperti itulah oleh pemiliknya sekarang (First Olsen Tankers) hanya digunakan sebagai Floating Storage.

Mulai dibangun pada tahun 1979, super tanker ini awalnya diberi nama Seawise Giant dan merupakan pesanan dari seorang Jutawan dari Yunani. Tapi sang jutawan tersebut tidak mampu mengambil kapal yang sudah dipesannya itu karena perusahaannya keburu bangkrut. Untuk selanjutnya kapal tersebut diambil alih pembeliannya oleh CY Tung, pemilik Orient Overseas Container Line dari Hongkong. Dan CY Tung meminta agar ukurannya ditambah hingga seperti sekarang ini. Sehingga lengkap sudah jika selanjutnya kapal ini berhak menyandang gelar sebagai kapal terbesar. Bayangkan, luas decknya saja sama dengan empat kali lapangan sepak bola.

Pada tahun 1981 Seawise Giant mulai melayari Teluk Meksiko dan laut Karibia. Beberapa waktu kemudian kapal ini dipindahkan ke Teluk Persia guna menangani eksport minyak negara Iran. Tapi nasib naas menimpa kapal ini pada tahun 1986 akibat dari Perang Iran – Irak. Jet tempur Irak telah membombardir Seawise Giant dengan bom dan tembakan peluru kendali. Kapal ini menjadi rusak berat dan segera diperbaiki di sebuah galangan kapal Keppel Shipyard di Singapura dan namanya diubah menjadi Happy Giant oleh pemiliknya yang baru, International Norman Seawise, pada tahun 1988.

Pada tahun 1999 Happy Giant sudah berganti pemilik lagi dan tentu saja namanya pun diganti juga. Pemiliknya yang baru adalah sebuah perusahaan dari Norwegia, Jahre Wallem. Perusahaan milik Jorden Jahre yang selanjutnya menggunakan nama Jahre Viking untuk kapal yang baru dibelinya itu. Menurut kabar, Jorden telah mengeluarkan uang sejumlah 39 juta dollar amerika untuk melakukan pembelian kapal tersebut. Tentu saja ini jumlah uang yang sangat besar pada masa itu.

Pada tahun 2004, kembali Jahre Viking berganti pemilik. Kapal ini telah dibeli oleh First Olsen Tankers Pte. Ltd. Oleh perusahaan ini namanya diubah menjadi Knock Nevis. Dan pada bulan Maret 2004, MV Knock Nevis berlayar menuju Dubai. Untuk selanjutnya Knock Nevis dioperasikan sebagai Floating Storage dan Offloading Units. Meskipun sudah tidak bertugas sebagai kapal lagi, tapi hingga kini Knock Nevis masih tetap dianggap sebagai kapal paling besar yang pernah dibuat oleh manusia.

Senin, 26 November 2012

Kapal Pesiar Voyager of the Seas Jadikan Sydney Sebagai Tuan Rumah

Voyager of the Seas
Sydney Jadi Rumah Voyager of the Seas

Kalau Anda tertarik dan menikmati liburan di kapal pesiar, maka datanglah ke Sydney. Dalam beberapa bulan depan, salah satu kapal pesiar terbesar di dunia, Voyager of the Seas akan menjadikan Sydney sebagai tuan rumah. Kapal yang disebut kota terapung ini memiliki panjang 311 meter dan lebar 38 meter, dan saat ini merupakan kapal pesiar ke delapan terbesar di dunia. Voyager ini bisa menampung 3840 penumpang, dan memiliki 1176 awak, 15 dek, 14 lift, 10 kolam renang dan 15.500 tempat duduk.

Menurut laporan situs news.com.au, setiap minggunya, kapal tersebut akan menyediakan 105 ribu porsi makanan, termasuk 300.680 makanan penutup. Untuk menu utama mereka akan menyediakan 9 ton daging sapi, 28 ribu telur, 29 ton sayuran, 5678 liter susu dan 18 ribu potong pizza.

Voyager baru saja berlabuh di Sydney minggu lalu, dan kemudian akan melakukan perjalanan ke Melbourne, Hobart, Adelaide dan Perth sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke Asia.

Kapal tersebut juga merupakan satu-satunya kapal pesiar yang memiliki tempat untuk bermain ice skating dan juga memiliki dinding untuk memanjat tebing setinggi 60 meter. Kalau anda penggemar olahraga lainnya, masih ada lapangan basket, lapangan golf mini, kasino, gym, tempat untuk jogging, dan 15 bar. Mereka yang melakukan perjalanan romantis dan tiba-tiba memutuskan untuk menikah, Voyager juga menyediakan kapel untuk pernikahan. Kalaupun anda kehilangan orientasi dan tidak lagi tahu hari dan tanggal, karpet di dalam lift akan mengingatkan waktu dan tempat.

Wisata kapal pesiar tampaknya semakin banyak diminati termasuk oleh penduduk Australia. Pada musim liburan musim panas tahun ini, diperkirakan Australia akan menghabiskan sekitar 2 miliar dolar untuk berpesiar dengan kapal. Sekitar 500 ribu orang akan melakukan perjalanan dengan kapal pesiar di perairan Australia, dengan 40 ribu diantaranya akan menaiki Voyager of the Seas.

Dari segi besarnya, Voyager lebih besar dari kapal perang induk terbesar yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Kapal itu juga memiliki 1557 kamar, ini berarti kamarnya dua kali lebih banyak dari hotel terbesar di Australia, The Sheraron Four Points.

travel.kompas.com

Sabtu, 24 November 2012

Garis Lintang dan Garis Bujur Pada Peta Navigasi

Koordinat Peta
Bagi seorang pelaut professional kemampuan membaca peta adalah keterampilan yang harus dimiliki. Terutama untuk personil deck. Untuk menentukan jalur pelayarannya hingga ke pelabuhan tujuan sangat tergantung dengan kemampuan itu. Meskipun perlengkapan GPS dewasa ini sudah banyak digunakan dalam pelayaran. Pada periode tertentu, biasanya ditentukan setelah setengah atau satu jam, posisi kapal harus diketahui sehingga jika arah kapal keluar dari jalur bisa segera dikoreksi. Menentukan posisi kapal hanya mungkin dilakukan jika pelaut mampu menentukan titik koordinat pada peta. Setelah diketahui koordinatnya, posisi pada peta bisa segera disebutkan.

Dalam menentukan titik koordinat, orang sangat dibantu dengan adanya Garis Lintang dan Garis Bujur, dua garis maya yang sangat berperan penting dalam pemetaan.

Garis Lintang adalah garis maya yang melingkari bumi ditarik dari arah barat hingga ke timur atau sebaliknya , sejajar dengan equator (garis khatulistiwa). Garis lintang terus melingkari bumi, dari equator hingga ke bagian kutub utara dan kutub selatan bumi. Menurut penamaannya, kelompok garis yang berada di sebelah selatan equator disebut Lintang Selatan (S). Sedangkan kelompok garis yang berada di sebelah utara equator disebut Lintang Utara (U). Jarak antar garis dihitung dalam satuan derajat. Garis lintang yang tepat berada pada garis khatulistiwa disebut sebagai 0º (nol derajat). Makin ke utara atau ke selatan, angka derajatnya makin besar hingga pada angka 90º (Sembilan puluh derajat) pada ujung kutub utara atau kutub selatan. Satuan derajat bisa juga disebut Jam (diberi simbol °) sehingga setiap derajat terbagi menjadi 60 menit (diberi simbol ") dan setiap menit terbagi lagi menjadi 60 detik (diberi simbol '). Jika misalnya garis lintang suatu tempat tertulis seperti ini : 57º 27" 14' S, maka dibaca sebagai 57 derajat 27 menit 14 detik Lintang Selatan. Pada system pemetaan internasional huruf U sebagai Lintang Utara diganti dengan huruf N (North). Sedangkan Lintang Selatan tetap menggunakan huruf S karena Selatan dalam bahasa Inggris (South) juga berawalan huruf S.

Yang disebut sebagai Garis Bujur adalah garis maya yang ditarik dari kutub utara hingga ke kutub selatan atau sebaliknya. Dengan pengetahuan seperti itu berarti derajat antar garis bujur semakin melebar di daerah khatulistiwa dan makin menyempit di daerah kutub. Jika pada Garis Lintang, daerah yang dilalui garis khatulistiwa (equator dianggap) sebagai nol derajat, untuk Garis Bujur, tempat yang dianggap sebagai nol derajat adalah garis dari kutub utara ke kutub selatan yang tepat melintasi kota Greenwich di Inggris. Jadi, garis bujur yang berada di sebelah barat Greenwich disebut Bujur Barat dan garis yang berada disebelah timur disebut Bujur Timur. Jarak kedua garis bujur itu dari Greenwich hingga pada batas 180º (seratus delapan puluh derajat). Pada jarak itu, Bujur Barat dan Bujur Timur kembali bertemu.

Garis bujur inilah yang pada perkembangannya dijadikan sebagai patokan dalam menentukan waktu di berbagai belahan dunia. Sehingga sering kali pada setiap kapal terdapat dua jam yang digunakan. Jam yang menunjukkan waktu berdasarkan waktu di kota Greenwich dan jam yang menunjukkan waktu lokal atau berdasarkan matahari. Selisih dari dua jam yang berbeda itulah para pelaut secara praktis dapat menentukan derajat garis bujur dimana mereka berada.

Sama seperti garis lintang, jarak antar garis bujur juga disebutkan dalam satuan derajat. Penulisannya pada koordinat juga sama seperti penulisan untuk Garis Lintang. Yang membedakan hanyalah symbol huruf di belakangnya. Misalnya huruf B untuk Bujur Barat dan huruf T untuk Bujur Timur. Pada peta internasional, huruf E (East) untuk Bujur Timur dan huruf W (West) untuk Bujur Barat.

Sedangkan yang disebut koordinat adalah titik pertemuan (titik potong) antara Garis Lintang dan Bujur. Jika suatu tempat sudah bisa disebutkan Garis Lintang dan Bujur-nya maka dapat segera dicari posisinya pada peta yang sudah dilengkapi dengan kedua garis tersebut. Kita hanya tinggal melihat angka derajatnya yang tertulis pada sisi gambar peta. Titik pertemuan kedua garis itu dianggap telah menyebutkan posisi suatu tempat pada peta.

Ternyata pengetahuan tentang Garis Lintang dan Bujur ini sudah cukup lama didapat orang. Kabarnya Eratosthenes, seorang ahli matematika dan juga seorang ahli geografi dari Yunani sudah pernah membicarakan tentang Garis Lintang dan Bujur ini pada abad ketiga sebelum masehi. Dan pada abad kedua setelah masehi, Hipparchus adalah orang yang dianggap pertama kali menggunakan kedua garis ini untuk menentukan posisi suatu tempat. Di kemudian hari pengetahuan dan penggunaan Garis Lintang dan Bujur makin disempurnakan oleh para ahli setelah mereka berdua.

Jumat, 23 November 2012

Hovercraft Dan Sejarah Pembuatannya

Hovercraft
Sebagai negara kepulauan, Indonesia tentu saja membutuhkan sarana transportasi laut dalam jumlah yang mencukupi. Apalagi mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah pulau terbanyak di dunia. Untuk menghubungankan satu pulau dengan pulau lainnya diperlukan sarana transportasi laut yang dapat diandalkan. Tapi hingga belakangan ini perhatian orang kearah ini masih kurang. Dikabarkan, sekitar lebih dari 50% sektor pelayaran maritim masih belum tergarap. Salah satu moda transportasi laut (air) yang memiliki prospek yang cukup bagus dan bisa berfungsi multi guna adalah Hovercraft. Hovercraft termasuk dalam jenis kendaraan amfibi, dalam arti bisa berfungsi dengar baik di perairan maupun daratan. Bahkan Hovercraft tetap dapat digunakan pada daerah rawa atau lumpur dimana kendaraan darat atau kapal tidak dapat digunakan disitu.

Pada saat hovercraft melaju di permukaan air atau tanah, badan atau bagian lain hovercraft sama sekali tidak menyentuh permukaan lintasannya. Pada saat melaju, kendaraan ini melayang dengan ketinggian tertentu sesuai type hovercraft yang digunakan. Tapi tidak terbang seperti pesawat terbang. Ini membuat gesekan dengan permukaan lintasan ( air atau tanah ) dapat dihilangkan sehingga kecepatan sebuah Hovercraft dapat dipacu maksimal sesuai batas-batas kecepatan teraman. Pada umumnya Hovercraft digunakan sebagai kendaraan perairan sehingga bisa disebut sebagai kapal yang tidak memerlukan dermaga, karena setelah melintasi perairan Hovercraft dapat berjalan hingga sejauh mungkin di daratan pada permukaan yang rata.

Lalu sejak kapan Hovercraft dibuat orang? Berdasarkan beberapa literatur, seorang filsuf dan teolog asal Swedia yang bernama Emanuel Swedenborg pada tahun 1716 pernah merancang sebuah kendaraan yang cara kerjanya mirip dengan prinsip-prinsip yang digunakan pada Hovercraft. Menurut rencana kendaraan ini berjalan dengan bantuan tenaga manusia. Tapi berhubung tenaga manusia tidak cukup kuat untuk menjalankan mekanisasi yang digunakannya, kendaraan itu tidak diwujudkan pembuatannya.

Satu setengah abad kemudian, tepatnya pada pertengahan 1870an, seorang perancang dari Kerajaan Inggris, John Isaac Thornycroft, juga sudah membuat model kendaraan yang dilengkapi dengan bantalan udara pada bagian bawahnya yang bertujuan untuk mengurangi gaya gesekan antara badan kendaraan dengan permukaan lintasan. Dan pada tahun 1877 perancang dari Inggris ini sudah mendapatkan paten untuk prinsip-prinsip kerja bantalan udara ini atas namanya. Tapi sampai sejauh itu, kendaraan seperti yang diinginkannya itu belum juga bisa diwujudkan pembuataanya.

Semenjak itu usaha-usaha untuk mengembangkan kendaraan yang menggunakan bantalan udara ini masih terus berlanjut. Pada tahun 1931 di Finlandia, Toivo J. Kaario mulai melakukan perancangan kapal yang menggunakan kantong udara. Dia telah membuat konstruksi serta melakukan uji coba sendiri pada rancangannya tersebut dan mendapatkan hak paten dari pemerintah Finlandia. Tapi sayang sekali usahanya ini terpaksa terhenti karena kurangnya dana.

Orang yang pertama kali menggunakan nama Hovercraft untuk menyebut kendaraan yang menggunakan prinsip bantalan udara ini adalah Christopher Cockerell. Pada tahun 1952 penemu dari Inggris ini berhasil merancang sebuah kendaraan berdasarkan prinsip-prinsip kerja Hovercraft. Penemuannya ini dinilai sebagai temuan yang paling berhasil dibanding usaha-usaha serupa yang telah dilakukan oleh beberapa pendahulunya di bidang ini. Selanjutnya pada tahun 1959 dia berhasil mewujudkan rancangannya ini dan sejak itulah nama Hovercraft digunakan untuk menyebut kendaraan berbantalan udara ini. Dan pada tahun-tahun berikutnya dasar-dasar prinsip kerja kendaraan ini digunakan oleh perusahaan Saunders Roe untuk pembuatan banyak Hovercraft.

Akan tetapi pada masa itu Hovercraft masih belum mengenakan rok atau skirt seperti yang banyak digunakan oleh Hovercraft dewasa ini. Bagian ini ( rok / skirt ) pertama kali diperkenalkan oleh seorang anggota Angkatan Laut Kerajaan Inggris, Latimer-Needham. Bagian ini digunakan untuk menunjang system baru pada Hovercraft yang disebut Flexible Skirt System. Skirt terbuat dari bahan karet yang kuat dan dipasang pada bagian samping seluruh hull (badan) Hovercraft sehingga selintas mirip seperti rok.

Sebenarnya bagaimana cara kerja Hovercraft hingga disebut-sebut memiliki keunggulan yang lebih dibanding kapal konvensional? Sebenarnya cara kerja Hovercraft lebih mirip seperti pesawat terbang meskipun masih digolongkan sebagai kendaraan air. Sebab pada saat melaju, bagian bawah kapal (hull) tidak bersentuhan dengan air. Dengan kondisi seperti itu, gayak gesek antara hull (badan kapal) dengan air hampir tidak ada sama sekali. Boleh dibilang hovercraft dalam keadaan melayang pada saat berjalan. Ketinggian pada saat melayang berkisar antara ketinggian 15 Centi meter sampai dengan 2,7 Meter dari permukaan lintasan. Tentu saja tergantung pada type Hovercraft. Keadaan melayang (gaya angkat) ini dihasilkan dari beberapa kipas (fan) yang dipasang pada bagian bawah kapal. Hembusan angin yang dihasilkan oleh kipas-kipas tersebut ditahan oleh skirt atau rok yang dipasang melingkar diseluruh badan kapal. Sedangkan gerakan maju pada Hovercraft dihasilkan oleh beberapa propeller ( baling-baling ) seperti milik pesawat terbang yang dipasang pada bagian atas kapal.

Dengan cara kerja seperti itu, sebuah Hovercraft dapat melaju dengan kecepatan 130 Km per jam dimana kapal konvensional tidak mampu melakukannya. Dan karena dapat berada pada kondisi melayang pada saat berjalan, Hovercraft dapat dikendarai di air atau pun di darat.

Dewasa ini Hovercraft paling banyak dioperasikan oleh negara Inggris. Hal ini wajar karena pabrik Hovercraft terbesar, British Hovercraft Corporation, terletak di negara ini juga. Inggris banyak mengoperasikan Hovercraft untuk penyeberangan Feri. Tapi hingga saat ini, jika dilihat prosentasenya, kalangan militer lebih banyak menggunakan jasa kendaraan ini dibanding dunia sipil.

Bagaimana dengan perkembangan Hovercraft di tanah air?

Pada awal tahun 1980an, Hovercraft sudah pernah diperkenalkan oleh Henk Kawulusan. Tapi sayang sekali hal ini tidak mendapat sambutan yang baik dari kalangan teknolog di Indonesia. Orang lebih menyukai teknologi Jet Foil yang dianggap lebih canggih untuk dioperasikan di Indonesia. Setelah memasuki abad 21, Hovercraft mulai diproduksi di Indonesia.

Hovercraft Rudy Heeman
Apakah perkembangan Hovercraft hanya sampai disitu saja? Ternyata sudah diperkenalkan varian Hovercraft yang lebih maju lagi. Yaitu Hovercraft yang dilengkapi dengan sayap pada bagian kanan dan kiri. Sehingga cara kerjanya sudah benar-benar mirip dengan pesawat terbang. Gaya angkat yang terjadi pada badan kapal bukan dihasilkan dari hembusan fan yang dipasang pada bagian bawah kapal. Tapi lebih karena gaya aerodinamik yang dihasilkan karena kecepatan. Gaya ini dihasilkan oleh sayap yang terpasang pada sisi kanan dan kiri kapal. Hovercraft jenis ini menggunakan prinsip kerja yang dikenal dengan sebutan WIGE, singkatan dari Wing In Ground Effect. Dan nama populernya adalah kapal bersayap. Kapal air ini benar-benar terbang melayang diatas permukaan air. Salah satunya adalah yang sudah diperkenalkan oleh seorang teknisi asal New Zealand, Rudy Heeman. Kendaraan yang dirancangnya itu tampak seperti pada gambar disamping.

Rabu, 21 November 2012

Kompas Si Penunjuk Arah

Kompas Magnet
Dulu, sebelum GPS digunakan secara meluas di kalangan sipil, alat bantu navigasi yang paling utama digunakan adalah kompas. Benda yang tampilannya mirip seperti jam ini sangat berjasa untuk menentukan arah. Terutama pada awal sejarah transportasi laut. Kompas sangat populer kegunaannya di kalangan pelaut. Orang lalu mengembangkan pemakaiannya dengan bantuan jam dan sekstan. Dengan memadukan fungsi atau kegunaan dari ketiga peralatan tersebut orang dapat menentukan posisinya berada dengan tepat.

Benda penunjuk arah ini bekerja dengan cara yang sederhana. Pada dasarnya hanya menunjukkan arah utara dan selatan. Bagian utamanya adalah sebatang jarum (istilah untuk menggambarkan lempeng tipis logam magnetis yang kedua ujungnya meruncing) yang diletakkan dan diusahakan dapat bergerak bebas pada poros tengahnya sehingga bisa bergerak menunjuk arah utara dan selatan. Pada perkembangan berikutnya jarum kompas tersebut dilekatkan pada bidang berbentuk bundar dengan simbol-simbol arah mata angin lengkap dengan garis derajatnya. Cara kerja kompas ini tidak berubah sejak pertama kali digunakan orang.

Kompas China
Menurut beberapa catatan sejarah, kompas pertama kali digunakan di negeri China. Ini dibuktikan dengan keberadaan beberapa naskah kuno tentang magnet yang berasal dari abad keempat sebelum masehi. Dan ada yang mengatakan bahwa kompas sudah dibuat pada masa Dinasti Qin (221 – 206 sebelum masehi). Pada awalnya, kompas bukan digunakan sebagai alat navigasi seperti dewasa ini. Orang-orang China pada waktu itu memakainya untuk membantu menerapkan salah satu dari tradisi mereka yang terkenal, feng-shui. Pemahaman tentang tata-letak yang bisa mempengaruhi kehidupan manusia.

Gyrocompass
Kabarnya kompas mulai digunakan sebagai alat navigasi pada sekitar abad kedua belas oleh para pelaut Cina. Sejak saat itu pemakaian kompas mulai meluas. Hingga bertahun-tahun kemudian orang membuat kompas yang lebih baik dan modern. Misalnya Gyrocompass atau giroskop yang pertama kali dibuat oleh Marinus G van den Bos dan dipatenkan pada tahun 1885 yang kemudian disempurnakan cara kerjanya oleh Arthur Krebs pada tahun 1889.

Pada perkembangan berikutnya kompas digunakan untuk banyak keperluan, baik di laut maupun di darat. Terutama bagi mereka yang sering melakukan perjalanan di alam bebas, kompas adalah alat yang wajib dibawa. Hingga kemudian orang membuat radio kompas yang sampai sekarang pun masih menjadi peralatan navigasi yang diperlukan dalam dunia penerbangan.

navfltsm.addr.com, solarnavigator.net

Senin, 19 November 2012

Sejarah Awal Pelayaran Kapal Penumpang

Kapal Penumpang
Sebelum memasuki abad ke-19, dunia pelayaran hanya didominasi oleh kapal-kapal ekspedisi dan kapal-kapal dagang. Kapal yang digunakan untuk mengangkut manusia sebagai penumpang jumlahnya masih sedikit, kecuali kapal perang untuk mengangkut prajurit. Orang-orang yang menjadi penumpang lebih sering menggunakan kapal dagang saat bepergian dari satu daratan ke daratan yang lain.

Ketergantungan pada angin sebagai tenaga dorong, membuat perjalanan laut masih cukup sulit dilakukan. Berkat jasa Thomas Newcomen yang telah membuat mesin uap pada tahun 1712, secara revolusioner juga telah mengubah kinerja dunia perkapalan. Fungsi layar mulai digantikan oleh keberadaan mesin uap. Kapal menjadi makin mudah dikemudikan, terutama saat melakukan manuver untuk merapat atau lepas dari dermaga. Kapal semakin menjadi moda transportasi laut yang efisien dibanding sebelumnya.

Menurut informasi dari beberapa literatur, penggunaan mesin uap pada kapal dimulai pada tahun 1819. Itu ditandai dengan pelayaran pertama kapal uap yang bernama SS Savannah pada tanggal 22 Mei 1819 yang bertolak dari Amerika Serikat menuju ke pelabuhan Liverpool – Inggris. Pelayaran tersebut memakan waktu selama 29 hari. Tapi SS Savannah hanya menggunakan tenaga mesin uap selama 85 jam saja dari keseluruhan jumlah waktu tempuh. Hanya sekitar 12 persen dari keseluruhan pelayaran yaitu pada saat keluar atau masuk kawasan pelabuhan. Selebihnya, SS Savannah kembali menggunakan layar sebagai penggerak kapal. Meskipun begitu, kapal ini telah mencatat tonggak sejarah dalam era kapal uap atau kapal api.

Secara kebetulan juga pada abad ke-19 dimulai migrasi besar-besaran dari negara-negara di eropa, terutama dari Inggris, dengan tujuan Amerika dan beberapa koloni Inggris lainnya. Penggunaan mesin uap membuat kapal bisa lebih cepat sampai di tujuan dibandingkan dengan sebelumnya. Ini membuat para calon imigram tersebut semakin bergairah untuk bisa segera tiba di tanah yang mereka impikan. Tentunya dengan menggunakan kapal laut yang sudah bisa berlayar dengan lebih cepat.

Masa antara akhir abad 19 dan awal abad 20 adalah era keemasan dalam penyelenggaraan tranportasi laut antar benua. Para pengusaha memandang ini sebagai lahan bisnis yang sangat menguntungkan. Salah satu perusahaan dari Inggris yang berambisi untuk menangani rute pelayaran penumpang ini adalah White Star Line. Perusahaan ini sudah menyiapkan armada kapal penumpangnya sejak tahun 1849 untuk operasional selama 60 tahun guna melayani rute Trans Atlantik yang terkenal itu.

Meskipun pada tahun-tahun berikutnya pesawat terbang mulai menggeser dominasi kapal laut, rute Trans Atlantik belum kehilangan popularitasnya. Jalur pelayaran ini sekarang lebih diperuntukan bagi para wisatawan yang ingin menikmati perjalanan dengan suasana laut lepas. Pada tahun 1900, American-Hamburg Company, mungkin bisa disebut sebagai perusahaan yang pertama kali mengoperasikan kapal-kapal pesiar. Perusahaan ini memiliki kapal-kapal pesiar dengan ukuran yang cukup besar. Misalnya Prinzessin Victoria Luise yang yang memiliki panjang 124 meter dan bobot 4.409 ton.

Pada perkembangan berikutnya, di awal tahun 1930an, Adolf Hitler bisa dimasukkan sebagai tokoh yang cukup berperan dalam kemajuan di bidang pelayaran wisata pada masa itu. Kebijakannya yang menonjol misalnya dengan menawarkan paket liburan kepada para pekerja di Jerman, atas biaya negara, sebagai upaya untuk menyatukan bangsa Jerman. Hitler juga meminta pembuatan kapal-kapal baru untuk berbagai keperluan, termasuk untuk keperluan wisata. Ini merupakan usaha untuk menimbulkan imej bahwa Partai Nazi memiliki peran penting sebagai pionir di bidang industri maritim.

maritimematters.com, cruiselinehistory.com, howstuffworks.com

Minggu, 18 November 2012

Mercusuar, Bangunan Sarana Bantu Navigasi Maritim

Mercusuar
Bangunan tinggi ini biasanya didirikan di kawasan laut yang dipenuhi oleh batuan karang, atau pada perairan laut dangkal yang luas. Dilengkapi system lampu sorot yang bersinar terang pada malam hari. Mercusuar sangat membantu para pelaut untuk lebih berhati-hati membawa kapalnya di kawasan laut seperti itu selama bertahun-tahun lamanya. Bagi masyarakat luas, salah satu jenis sarana bantu navigasi di laut yang satu ini (Mercusuar) memang yang paling populer. Bentuk bangunannya yang tinggi dan cemerlang sorot lampunya di malam hari memang menampilkan kesan pemandangan yang istimewa.

Mercusuar Alexandria
Belum diketahui sejak kapan orang pertama kali membangun dan menggunakan mercusuar. Hanya saja, ada beberapa mercusuar yang keberadaannya sangat terkenal pada jaman dulu. Misalnya mercusuar Alexandria yang dibangun pada tahun 280 sebelum masehi. Ini mercusuar yang legendaris hingga membuatnya tercatat sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia di masa lalu. Memiliki tinggi, ada beberapa info, antara 115 meter hingga 135 meter. Dibangun diatas pulau Pharos, Alexandria - Mesir. Menggunakan kayu bakar sebagai sumber cahaya suarnya. Meskipun demikian, konon cahanya bisa terlihat hingga pada jarak 56 kilo meter. Mercusuar Alexandria lebih berfungsi sebagai pemandu bagi kapal yang akan menuju pelabuhan Alexandria. Sayang sekali bangunan yang legendaris ini dihancurkan oleh tiga gempa yang terjadi di kawasan itu pada tahun 956, 1303, dan 1323 masehi. Gambar disamping merupakan gambar rekaan dari Mercusuar Alexandria yang dibuat oleh Prof H. Thiersch, arkeolog Jerman pada tahun 1909.

Tidak diketahui sejak kapan api dari kayu bakar sebagai sumber cahaya mercusuar mulai ditinggalkan orang. Sebagai penggantinya, dipilih lampu berbahan bakar minyak. Sebelumnya sudah dicoba menggunakan lilin sebagai sumber cahaya. Setelah dinilai tidak efektif, lilin digantikan oleh lampu minyak. Bahan bakarnya bisa dari minyak tanah, minyak ikan paus, atau minyak tumbuhan. Salah satu jenis lampu ini yang sangat populer digunakan pada mercusuar adalah lampu Argand. Lampu ini dirancang oleh Aime Argand dan pada tahun 1780 rancangan lampunya ini sudah dipatenkan atas namanya. Hingga pada 1800 lampu Argand digunakan secara meluas untuk semua mercusuar yang beroperasi di Eropa. Pemakaian di Amerika dimulai pada tahun 1809.

Seiring kemajuan di bidang teknologi, di penghujung abad ke-19 peranan lampu minyak tanah mulai digantikan oleh lampu karbon dan lampu listrik. Lensa untuk memperkuat cahaya lampunya juga sudah dikembangkan sebelumnya. Misalnya lensa (selubung) lampu Fresnel yang diperkenalkan oleh Augustin Jean Fresnel pada tahun 1822. Lensa lampu ini dalam seketika memberikan kemajuan yang sangat berarti dalam pengembangan mercusuar. Selubung (lensa) lampu ini berbentuk sedemikian rupa sehingga menghasilkan pembiasan dan refleksi cahaya. Cahaya yang dihasilkan menjadi 90% lebih terang dibanding sumber cahaya aslinya. Dan di kemudian hari lensa lampu mercusuar dikembangkan lagi menjadi lebih baik dengan adanya pembuatan beberapa lensa lampu yang lebih baik.

Berbeda dengan pengembangan pada bagian lampu, struktur bangunan mercusuar tidak mengalami perubahan yang berarti. Syarat yang diharuskan untuk bangunan mercusuar adalah tinggi bangunan atau ketinggian dataran letak bangunan mercusuar yang mencukupi. Cahaya yang dihasilkan harus sudah dapat dilihat oleh awak kapal sebelum kapal itu mendekati kawasan laut yang dianggap berbahaya bagi pelayaran. Ada banyak bangunan mercusuar yang juga berfungsi sebagai rumah bagi petugasnya. Dan dewasa ini sudah banyak juga mercusuar yang bisa dioperasikan tanpa petugas. Terutama mercusuar yang dibangun pada kawasan yang berada di lepas pantai.

Dengan semakin majunya peralatan navigasi yang menjadi fasilitas standard kapal-kapal modern, perlahan-lahan fungsi dari mercusuar mulai ditinggalkan. Tapi ada juga beberapa mercusuar yang masih dioperasikan. Misalnya di Indonesia. Di Cikoneng – Banten, ada sebuah mercusuar yang dibangun pada 1885. Kabarnya hingga saat ini mercusuar itu masih dioperasikan untuk menjaga keselamatan kapal-kapal yang berlayar melintasi perairan disitu.

indomarinav.com, nps.gov

Sabtu, 17 November 2012

Indonesia Dan Visi Negara Maritim

Kapal Laut
Visi Maritim Indonesia: Apa Masalahnya?
Oleh : Sarwono Kusumaatmadja

Ketika Republik Indonesia diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara adalah tinggalan Hindia Belanda, dan belum menjadi negara kepulauan. Menurut Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939, maka batas laut teritorial Indonesia adalah 3 mil laut dari pantai.

Dengan demikian maka perairan antar pulau pada waktu itu adalah wilayah internasional. Wilayah laut kita dengan rezim hukum laut seperti disebut di atas hanyalah seluas kira-kira 100.000 km2. Secara fisik pulau-pulau Indonesia dipisahkan oleh laut, walaupun secara kultur konsep kewilayahan kita tidak membedakan penguasaan antara laut dan darat. Bangsa Indonesia adalah satu-satunya bangsa di dunia yang menamakan wilayahnya sebagai tanah air.

Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah RI melalui deklarasi Perdana Menteri Ir. Djuanda mengklaim seluruh perairan antar pulau di Indonesia sebagai wilayah nasional. Deklarasi di atas yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda, adalah pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan, di mana laut menjadi penghubung antar pulau, bukan pemisah.

Klaim ini bersamaan dengan upaya memperpanjang batas laut teritorial menjadi 12 mil dari pantai, kemudian diperjuangkan oleh Indonesia untuk mendapat pengakuan internasional di PBB, suatu perjuangan panjang yang meliwati 3 rezim politik yang berbeda yaitu Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru.

Kendati prinsip negara kepulauan mendapat tentangan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat, akhirnya pada tahun 1982 lahirlah Konvensi kedua PBB tentang Hukum Laut (2nd United Nations Convention on the Law of the Sea, disingkat UNCLOS) yang mengakui konsep negara kepulauan, sekaligus juga mengakui konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang diperjuangkan oleh Chili dan negara-negara Amerika Latin lainnya.

Setelah diratifikasi oleh 60 negara maka UNCLOS kemudian resmi berlaku pada tahun 1994. Berkat perjuangan yang gigih dan memakan waktu, Indonesia mendapat pengakuan dunia atas tambahan wilayah nasional sebesar 3,1 juta km2 wilayah perairan dari hanya 100.000 km2 warisan Hindia Belanda, ditambah dengan 2,7 juta km2 Zone Ekonomi Eksklusif yaitu bagian perairan internasional dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam termasuk yang ada di dasar laut dan di bawahnya.

Konsep Negara Kepulauan (Nusantara) memberikan kita anugerah yang luar biasa. Letak geografis kita strategis, di antara dua benua dan dua samudra dimana paling tidak 70% angkutan barang melalui laut dari Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan sebaliknya, harus melalui perairan kita. Wilayah laut yang demikian luas dengan 17.500-an pulau-pulau yang mayoritas kecil memberikan akses pada sumber daya alam seperti ikan, terumbu karang dengan kekayaan biologi yang bernilai ekonomi tinggi, wilayah wisata bahari, sumber energi terbarukan maupun minyak dan gas bumi, mineral langka dan juga media perhubungan antar pulau yang sangat ekonomis.

Panjang pantai 81.000 km (kedua terpanjang di dunia setelah Canada ) merupakan wilayah pesisir dengan ekosistem yang secara biologis sangat kaya dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Secara metereologis, perairan nusantara menyimpan berbagai data metrologi maritim yang amat vital dalam menentukan tingkat akurasi perkiraan iklim global. Di perairan kita terdapat gejala alam yang dinamakan Arus Laut Indonesia (Arlindo) atau the Indonesian throughflow yaitu arus laut besar yang permanen masuk ke perairan Nusantara dari samudra Pasifik yang mempunyai pengaruh besar pada pola migrasi ikan pelagis dan pembiakannya dan juga pengaruh besar pada iklim benua Australia.

Sayangnya keuntungan yang luar biasa di atas sebagai konsekuensi jati diri bangsa nusantara tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan. Bangsa Indonesia masih mengidap kerancuan identitas. Di satu pihak mempunyai persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang tidak sanggup kita sejahterakan, sedangkan kegiatan industri modern sulit berkompetisi dengan bangsa lain, antara lain karena budaya kerja yang berkultur agrarian konservatif, disamping berbagai inefisiensi birokrasi dan korupsi.

Industri pun kita bangun tidak berdasar pada keunggulan kompetitif namun pada keunggulan komparatif, tanpa kedalaman struktur dan tanpa masukan keilmuan dan teknologi yang kuat. Tradisi kepelautan kita dinyatakan dengan kemampuan melayari Samudra Pasifik dengan kapal Pinisi Nusantara dan selamat sampai Vancouver, tapi kapal yang sama pecah dan tenggelam menabrak karang di Kepulauan Seribu dalam perjalanan lokal yang sederhana.

Di zaman Bung Karno Angkatan Laut kita pernah menjadi keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Uni Soviet dan Iran. Tetapi kekuatan itu tidak riel dan hanya temporer karena tidak dibangun atas kemampuan sendiri, namun karena bantuan Uni Soviet dalam kerangka permainan geopolitik.

Selama itu, berbagai rencana di bidang kelautan dan kemaritiman dibuat dan dideklarasikan namun kelembagaan kelautan, pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya manusia tidak pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional, yang didominasi oleh persepsi dan kepentingan daratan semata. Dewan Kelautan Nasional memang dibuat tetapi dengan mandat terbatas dan menduduki hirarki yang tidak signifikan dalam kelembagaan pemerintahan.

Segala paradoks tadi terus menerus memunculkan gugatan demi gugatan yang makin nyaring dari masyarakat kelautan kita yang kemudian menciptakan kelembagaan berupa Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 1999 dan juga Dewan Maritim Indonesia pada tahun yang sama, dengan ruang lingkup tugas yang lebih luas dibandingkan dengan Dewan Kelautan Nasional di zaman Orde Baru.

Mudah-mudahan era presidensi Susilo Bambang Yudhoyono merupakan titik balik menentukan dalam kehidupan maritim kita. Melalui Inpres 5 tahun 2005 "asas cabotage" dihidupkan kembali. ["asas cabotage" adalah prinsip hukum yang dianut oleh sebagian besar negara maritim dunia yang menyatakan bahwa angkutan di dalam suatu negara hanya dapat diangkut oleh kapal yang berbendera dari negara yang bersangkutan —Red]. Demikian juga otoritas moneter telah menetapkan kapal sebagai benda yang boleh diagunkan. Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) sedang dalam penyusunan termasuk visi maritim didalamnya, seiring dengan langkah-langkah konkrit lanjutan menyangkut industri strategis dan kelembagaan pelabuhan.

Perlu diterangkan bahwa antara istilah kelautan dan maritim harus dibedakan. Kelautan merujuk kepada laut sebagai wilayah geopolitik maupun wilayah sumber daya alam, sedangkan maritim merujuk pada kegiatan ekonomi yang terkait dengan perkapalan, baik armada niaga maupun militer, serta kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan itu seperti industri maritim dan pelabuhan. Dengan demikian kebijakan kelautan merupakan dasar bagi kebijakan maritim sebagai aspek aplikatifnya.

Terlepas dari rumusan final visi maritim Indonesia, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Antara lain, pertama, negara perlu mempunyai kebijakan kelautan yang jelas dan bervisi ke depan karena menyangkut geopolitik bangsa dan dengan demikian berwawasan global dan menyangkut pula kebijakan-kebijakan dasar tentang pengelolaan sumber daya alam di samping sumber daya ekonomi pada umumnya. Demi daya saing bangsa kita perlu berangkat dari keunggulan kompetitif yang bisa berbasis lokal.

Kedua, kebijakan kelautan adalah kebijakan negara kepulauan sehingga variabel keruangan harus lengkap, tidak hanya monodimensional laut. Konsep tri-matra (darat-laut-udara), karena kemajuan ilmu dan teknologi serta peningkatan kesadaran lingkungan hidup menjadi tidak lengkap untuk sekarang dan masa depan. Yang lebih mengena adalah variabel multi-matra (darat termasuk pegunungan; permukaan air dari mata air di hulu sampai permukaan laut; kolom air di sungai, danau maupun laut; pesisir; dasar laut; bawah dasar laut; atmosfir; stratosfir dan angkasa luar), jumlahnya 9 matra. Sejak Presiden Soeharto meluncurkan satelit Palapa pada dekade 1970-an sebenarnya kita telah masuk ke era ruang angkasa, tidak sekedar tri-matra, demikian juga sekarang ketika kita mulai merentang kabel telekomunikasi bawah laut, masuk ke matra dasar laut. Tetapi tetap saja kita menggunakan tri-matra sebagai acuan keruangan, mungkin karena terlanjur menjadi manusia penghafal.

Sesuai kemampuan untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik yang lebih kompleks, serta kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi tentunya variabel keruangan bisa dikembangkan. Dengan demikian kebijakan kelautan bukanlah pengganti kebijakan masa lampau yang terkesan kuat dominan berorientasi daratan.

Ketiga, hirarki ruang juga perlu ditentukan, yaitu ruang di mana kita berdaulat penuh, ruang di mana kita punya hak berdaulat, dan ruang di mana kita perlu punya pengaruh baik eksklusif maupun melalui kerjasama politik, ekonomi dan pertahanan.

Keempat, pemerintah perlu menuntaskan seluruh kewajiban yang tercantum dalam UNCLOS, karena penting artinya bagi effektifitas kedaulatan kita. Adalah ironis bahwa Indonesia sebagai pelopor konsep negara kepulauan lantas nantinya tertinggal dalam pengamanan kedaulatan wilayahnya. Sekiranya hal ini terjadi maka posisi kita secara geopolitik akan lemah, serta memicu berbagai sengketa di wilayah laut yang sulit kita atasi, apalagi dengan kekuatan militer maritim yang demikian kecil. Peristiwa Sipadan/Ligitan dan peristiwa Ambalat merupakan peringatan dini terhadap kemungkinan masalah lebih besar di kemudian hari.

Kelima, kalau semua hal di atas sudah jelas arahnya, maka visi maritim dapat dibangun dan kekuatan maritim dapat dibangkitkan sepadan dengan tuntutan geopolitik bangsa dan sesuai dengan persepsi keruangan kita dan juga persepsi tentang keunggulan kompetitif baik yang berbasis sumber daya alam, budaya, ilmu pengetahuan maupun geografi. Kebijakan perkapalan, pelabuhan, transportasi antar matra, prioritas kegiatan ekonomi, pembangunan angkatan bersenjata (militer dan polisi), kebijakan fiskal, kebijakan investasi, kebijakan enersi, kebijakan dirgantara, kebijakan pembangunan daerah dan kawasan serta tatanan kelembagaan dan kebijakan pembangunan sumber daya manusia merupakan turunan dari visi maritim dan visi maritim juga adalah turunan dari kebijakan kelautan.

Setelah semua itu selesai dan dirumuskan secara baik, kita mempunyai soal berikut, yaitu mewujudkannya dalam implementasi. Banyak hal yang mempengaruhi implementasi visi dan kebijakan maritim namun akar masalahnya berada dalam budaya agraris tradisional yang kita warisi.

Masyarakat agraris tradisional di pedalaman cenderung statis, introvert dan feodal. Berlainan dengan budaya pesisir yang lebih terbuka dan egaliter serta biasa memanfatkan pengaruh luar karena interaksi niaga antar bangsa. Komunitas pesisir menjadi lemah di masa lampau karena tidak adanya persepsi bersama menghadapi merkantilisme Eropa sehingga kerajaan-kerajaan pesisir hancur ditaklukkan, menghadapi tekanan dari kolonialisme dan juga serangan dari pedalaman.

Dengan demikian budaya yang dominan adalah budaya agraris tradisional, yang antara lain ditandai sampai sekarang oleh kebiasaan mayoritas anak-anak menggambar gunung, sawah dan matahari dan nyaris tidak penah menggambar pemandangan pantai dan laut.

Mentalitas yang demikian tercermin pada orientasi pendidikan kita, yang cenderung melatih orang untuk menghafal (statis), dengan ketaatan di luar batas pada guru (feodal) dan kebiasaan guru untuk tidak terbuka dan tidak murah hati dalam mentransfer ilmu (introvert). Dengan kultur demikian sulit bagi bangsa kita untuk berubah maju atas kehendak sendiri. Perubahan selalu terjadi karena pengaruh eksternal yang tak tertahankan. Seringkali yang ditiru hanyalah tampak luarnya bukan esensinya.

Visi dan program maritim hanya bisa sukses secara berkelanjutan jika terdapat basis kultur yang terbuka, egaliter, haus pengetahuan dan menyukai tantangan perubahan. Pada jangka pendeknya program maritim bisa berjalan dengan merekrut kalangan pengambil keputusan dan para pelaku utama dari kalangan yang mempunyai kultur itu. Bisa juga dengan mengundang investasi asing dari pihak yang lebih maju dalam hal di mana tidak terdapat kemampuan modal dan pengetahuan dalam bidang-bidang tertentu.

Tetapi pada jangka panjangnya yang diperlukan adalah perubahan orientasi pendidikan, ke arah rasionalitas ilmu pengetahuan dan teknologi, kesadaran akan sumber-sumber keunggulan kompetitif, kepekaaan budaya, kedalaman budi pekerti dan penanaman sifat menyikapi tantangan perubahan secara positif.

Untuk menggambarkan betapa kita tidak siap menanggapi perubahan adalah tiadanya antisipasi terhadap kemungkinan rencana Thailand untuk membuat kanal di semenanjung Kra, yang pembangunannya bisa selesai kurang dari 10 tahun. Sekarang Thailand sedang berpikir keras apakah mereka akan melanjutkan rencana tersebut. Sekiranya mereka membuatnya, adanya kanal tersebut tentu amat mengurangi volume transportasi laut yang melalui perairan nusantara.

Sepintas lalu Singapura akan terpukul. Tetapi jangan lupa bahwa Singapura selalu merencanakan dirinya berada di depan peristiwa. Mereka tidak perlu hanya mempertahankan keunggulannya sebagai pusat pelayanan perhubungan laut. Mereka berencana menjadikan Singapura sebagai pusat budaya dan pusat jasa bernilai tinggi sehingga corak ekonominya akan lebih canggih dan kehidupannya lebih menarik, bukan seperti Singapura sekarang yang amat tertib, effisien tapi membosankan.

Menteri Luar Negeri Singapura di masa lalu, Rajaratnam pernah mengatakan bahwa "Kami di Singapura harus selalu berusaha maju setengah langkah melebihi negara-negara tetangga kami". Para ahli geografi ekonomi dapat memperkirakan ke arah mana pusat pertumbuhan ekonomi regional Pasifik bergerak sekiranya kanal Kra menjadi kenyataan, tapi rasanya tidak pernah terdengar apakah kita mempunyai skenario tertentu.

Pembangunan kanal Kra belum tentu merugikan Indonesia selama kita membangun kekuatan ekonomi maritim sejalan dengan dinamika perubahan. Sekiranya kita pintar menjalin interdependensi ekonomi antar wilayah dan selama kita lebih tergantung satu sama lain di antara kita, lebih kuat dari ketergantungan eksternal, maka keutuhan bangsa dan negara akan senantiasa terjamin.

Dengan kekayaan sumber daya alam yang juga sekaligus unik, sekiranya kita punya komitmen kuat untuk membangun ekonomi berdaya saing, kita bisa menciptakan pasaran dalam negeri yang besar dengan jumlah orang yang nantinya melebihi 250 juta, serta masih punya peluang berperan dalam ekonomi global. Masalahnya, sudahkah kita berpikir dan bergerak ke sana?

Beberapa waktu yang lalu kita pernah kedatangan tamu dari India yaitu kapal induk Angkatan Laut India INS Virat sebagai tamu TNI AL. Berlainan dengan TNI AL yang puncak kebesarannya di tahun 1960-an didongkrak oleh bantuan Uni Soviet dalam rangka geopolitik, kekuatan militer India sepenuhnya lahir dari kemampuan industri srategiknya yang sudah lama dibangun sejak awal kemerdekaannya.

AL India dibesarkan supaya "Kekuatan angkatan laut kami sepadan dengan kemajuan-kemajuan pesat India di bidang ekonomi" demikian kira-kira bunyi pernyataan Panglima Armada Timur India. Bisa diduga bahwa India melalui AL-nya bermaksud menjadikan Lautan Hindia sebagai wilayah pengaruhnya, mungkin tidak sendirian, tetapi bersama-sama dengan Amerika Serikat. Indikasi ini terlihat dari sikap lunak Amerika Serikat terhadap pengembangan teknologi nuklir India.

Dari contoh India kita mendapat penegasan akan keharusan memperkuat bukan saja armada niaga sesuai "asas cabotage", tetapi juga memperkuat TNI AL karena di samping menyandang fungsi pertahanan, di manapun juga angkatan laut mempunyai fungsi memproyeksikan kehadiran negara dan fungsi diplomasi, terlebih lagi karena status kita sebagai negara kepulauan mengharuskan kehadiran negara di wilayah perbatasan laut yang begitu luas.

Indonesia berada ditengah kehadiran negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Australia, India dan Cina yang walaupun bukan negara kepulauan, namun sudah punya visi dan kebijakan maritim, serta negara kecil seperti Singapura yang akan meraup keuntungan ekonomi dari perkembangan itu, dan Thailand yang juga melakukan hal yang sama.

Jadi apa yang menjadi masalah bagi visi maritim Indonesia? Masalahnya adalah bahwa kita harus menuntaskan jati diri bangsa sebagai penghuni negara kepulauan, dan perlu mempunyai visi dan strategi yang cerdas dan kreatif untuk keluar dari paradigma agraris tradisional ke arah paradigma maritim yang rasional dan berwawasan global. Bukan karena ingin menjadi negara superpower tetapi demi kesejahteraan rakyat dan harga diri serta keamanan bangsa.

Bukan beralih ke laut karena sudah terlalu banyak problem di darat seperti pengurasan sumber daya alam dan involusi pertanian, namun karena ingin mengintegrasikan sumber daya terestial dengan sumber daya perairan untuk mencapai nilai ekonomi tertinggi.

beritamaritim.com

Jumat, 16 November 2012

SONAR (Sound Navigation And Ranging)

Sonar
Istilah SONAR merupakan singkatan dari Sound Navigation And Ranging. Sonar adalah suatu metode yang memanfaatkan perambatan suara didalam air untuk mengetahui keberadaan obyek yang berada dibawah permukaan kawasan perairan. Secara garis besar sitem kerja sebuah peralatan sonar adalah mengeluarkan sumber bunyi yang akan menyebar didalam air. Bunyi ini akan dipantulkan oleh obyek didalam air dan diterima kembali oleh sistem sonar tersebut. Berdasarkan penghitungan kecepatan perambatan suara didalam air maka letak obyek didalam air tersebut dapat diketahui jaraknya dari sumber suara. Pada peralatan sonar yang lebih canggih, bentuk fisik ataupun bahan pembentuk obyek itu dapat diketahui juga.

Lalu, sejak kapan sonar sudah digunakan orang?

Leonardo da Vinci, pembuat lukisan Monalisa yang terkenal itu, pernah membuat catatan harian yang menyatakan seperti ini : "Dengan menempatkan ujung pipa yang panjang didalam laut dan ujung lainnya di telinga Anda, maka Anda dapat mendengarkan kapal-kapal laut di kejauhan". Catatan ini dibuat pada tahun 1490. Berdasarkan catatan ini dapat dipastikan bahwa pada tahun tersebut sonar sudar dikenal orang. Penggunaan sonar seperti ini disebut dengan Sonar Pasif (Passive Sonar). Karena kita hanya menangkap bunyi yang dihasilkan oleh suatu obyek dibawah permukaan air, bukan merupakan pantulan bunyi yang kita buat seperti pada peralatan sonar jaman sekarang.

Penelitian tentang perambatan suara didalam air yang merupakan prinsip dasar sonar dilanjutkan Daniel Colloden. Pada tahun 1822 beliau menggunakan sebuah lonceng bawah air untuk menghitung kecepatan perambatan suara didalam air. Percobaan ini dilakukan di Danau Geneva, Swiss. Lalu penelitian selanjutnya dilakukan juga oleh Lewis Nixon. Pada percobaannya di tahun 1906, Lewis sudah menggunakan sistem sonar aktif. Penelitiannya ini sebenarnya bertujuan untuk mengukur puncak sebuah gunung es. Pada tahun-tahun berikutnya penelitian tentang sonar semakin berkembang maju. Terutama untuk tujuan kepentingan pihak militer. Terlebih ketika kapal selam mulai banyak digunakan dalam pertempuran di laut. Di bidang militer, peralatan sonar yang berfungsi sebagai pendeteksi keberadaan sebuah kapal selam dibuat oleh Paul Langevin pada tahun 1915.

Pada masa perang dunia pertama, pendeteksian keberadaan kapal selam musuh dapat diketahui dengan penempatan 12 Hydrophone (alat ini bekerja seperti microphone) yang diletakkan memanjang pada bagian bawah kapal laut. Ini bertujuan untuk menangkap sinyal suara yang berasal dari kapal selam. Pada masa itu orang belum menaruh perhatian penggunaan sonar pada bidang lain selain untuk kepentingan militer.

Pada saat perang dunia kedua berkecamuk, perkembangan peralatan sonar sudah semakin maju. Bahkan sonar juga mulai dipasang pada torpedo. Sistem sonar dapat menuntun torpedo ini meluncur kearah kapal musuh sebagai obyek tembak. Dan hasilnya jauh lebih akurat dibanding torpedo yang tidak dilengkapi dengan sistem sonar. Pada waktu itu, kemajuan ini benar-benar merupakan penemuan yang hebat.

Penggunaan teknologi sonar untuk kepentingan sipil mulai terlihat perkembangannya pada era 1970an. Pada waktu itu mulai diadakan pembuatan sistem sonar yang disebut Analog Echo Integrator, dan Echo Counter. Peralatan ini sangat berguna untuk menentukan stok persediaan ikan di suatu kawasan perairan. Tidak lama kemudian beberapa negara seperti Amerika, Jepang, Norwegia, dan Jerman mulai mengembangkan peralatan Digital Echo Integrator Dual Beam Acoustyc System, Quasy Ideal Beam System, dan Split Beam Acoustic System yang semakin bisa keakuratan data bagi banyak penelitian sumber daya kelautan yang makin giat dilakukan oleh banyak negara. Penelitian sumberdaya kelautan ini misalnya bertujuan untuk menganalisa dampak lingkungan dalam exploitasi sumber laut, pemetaan dasar laut (Sea Bed Maping), menentukan lokasi pembangunan jaringan pipa atau kabel di dasar laut, menentukan lokasi pembuatan bangunan fisik ditengah laut, pencarian sumber-sumber mineral, mengindentifikasikan jenis lapisan didasar laut, pengukuran kedalam suatu kawasan perairan, dan banyak lagi.

Bagaimana penggunaan teknologi sonar di Indonesia? Seperti pada awal sejarah penggunaan sonar, di Indonesia pun sistem sonar digunakan pertama kali di bidang militer. Itu terjadi sejak pemerintahan Presiden Soekarno banyak membeli kapal-kapal perang beberapa negara seperti Amerika, Rusia, Italia dan Belanda pada tahun 1960an.

Kabarnya sampai sekarang belum ada usaha-usaha yang serius dari pemerintah atau swasta di Indonesia yang mau melakukan penelitian untuk mengembangkan teknologi ini. Sangat disayangkan bila kabar ini memang benar. Sebab seperti kita ketahui, laut di Indonesia memiliki 2/3 luas yang lebih besar dibanding luas daratannya. Kawasan laut seluas ini seharusnya bisa dikelola dengan cara-cara yang profesional. Salah satunya adalah mengembangkan teknologi secara mandiri untuk menunjang tugas-tugas pengelolaan kawasan perairan kita, baik untuk kepentingan di bidang sipil maupun militer (pertahanan). Sehingga kita bisa segera melepaskan ketergantungan pada teknologi dari negara-negara maju.

Selasa, 13 November 2012

29 Pelabuhan Indonesia Diprioritaskan Pengembangan Infrastruktur

Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Infrastruktur Pelabuhan: Pengembangan Butuh Rp117 Triliun

Kementerian Perhubungan mengungkapkan dana untuk perbaikan dan pengembangan 29 pelabuhan nasional dianggarkan US$13 miliar atau sekitar Rp117 triliun untuk mengatasi masalah dalam sistem logistik di jalur laut. Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan berdasarkan Masterplain Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) perbaikan itu diprioritaskan untuk 29 pelabuhan dari sekitar 1.324 pelabuhan di Indonesia yang akan diimplementasikan hingga 2025. "Sekarang [pengembangan] sudah mulai. Mungkin nanti di Surabaya, Belawan [Medan] juga sedang berjalan," katanya saat ditemui di sela-sela acara Ocean Summit ITB 2012, di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin (12/11).

Saat menyampaikan keynote speaker dalam Ocean Summit, Wamenhub menjelaskan perbaikan infrastruktur dimulai dari sarana fisik dan dilanjutkan dengan pembenahan soft infrastruktur mencakup sistem pengelolaannya. Bambang mengakui selama ini persoalan transportasi laut terletak pada masalah infrastruktur pelabuhan dan pengelolaannya serta kapasitas kapal yang berlabuh masih terbatas. "Artinya kalau pelabuhannya coba kami kembangkan, kapalnya pun harus mengikuti. keduanya akan berinteraksi supaya terjadi suatu sistem pelayaran yang efisien," tuturnya.

Dia menambahkan saat ini Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I-IV tengah mengharmonisasikan anak perusahaannya yang bertanggung jawab terhadap peti kemas agar operasionalisasinya nanti bisa berstandar.

Dalam kesempatan terpisah, Kabid Distribusi Kemenko Perekonomian Erwin Raza mengungkapkan biaya logistik di Indonesia masih tergolong tinggi yang berdampak pada daya saing produk lokal dan terjadinya disparitas harga di wilayah Indonesia. "Kalau kita ingin membenahi di bidang logistik, harus menyeluruh." Dia menyebutkan pembenahan tersebut dapat dimulai pada infratrukturnya yang selama ini masih bermasalah, baik pada transportasi laut, darat, maupun transportasi udara. "Selain pembenahan infrastruktur, pembenahan itu harus dilakukan untuk para pelaku dan penyedianya, serta masalah SDM. Apalagi Indonesia akan masuk perdagangan bebas ASEAN," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Logistik dan Rantai Pasok ITB Senator Nur Bahagia memaparkan pendulum nusantara dalam transportasi laut dan penyebaran logistik sangat perlu dilakukan. "Harusnya pelabuhan untuk ekspor itu tidak hanya fokus di Jakarta. Untuk perairan domestik sendiri mulai Medan, Batam, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Sorong perlu tersambung," tuturnya.

www.bisnis.com

Senin, 12 November 2012

Permasalahan Industri Maritim Indonesia Dibahas Dalam Seminar Indo Marine 2012

Seminar Indo Marine 2012
Seminar Indo Marine 2012 Bahas Permasalahan Industri Maritim Indonesia

Peran angkutan laut sangatlah penting dan kapal adalah satu-satunya metode angkutan laut yang ekonomis untuk mengangkut muatan dengan jumlah besar dan jarak yang jauh. Kita hidup dalam masyarakat global yang didukung oleh ekonomi global dan ekonomi pasti tidak akan berfungsi jika tidak didukung oleh kapal-kapal dan industri pelayarannya. Lebih dari 90% jumlah muatan dalam perdagangan global diangkut melalui laut yang jumlahnya tidak kurang dari 50 ribu unit kapal dagang yang aktif melakukan pelayaran internasional mengangkut bermacam-macam cargo.

Hal tersebut mengemuka dalam seminar Indo Marine 2012 saat berlangsungnya pameran Indo Defence Expo and Forum 2012, Kamis (8/11). Topik yang diangkat dalam seminar yang berlangsung di ruang Kerinci, JIExpo Kemayoran Jakarta yaitu “Opportunities and Challenges in Indonesia Maritime Industry”. Seminar yang akan berlangsung selama dua hari mulai tanggal 8-9 November 2012 diselenggarakan oleh Jakarta International Maritime Consulting (JIMC) bekerjasama dengan Indo Marine Expo and Forum 2012, International Institute of Marine Surveying, Napindo dan AISI.

Seminar yang akan membahas sebagian permasalahan industri maritim Indonesia menghadirkan pembicara yaitu Capt. Irawan Alwi FIIMS., MNI., MBA dengan tema bahasan mengenai National Shipping Business in General dilanjutkan dengan pembicara Capt. Syariful A.Lubis MIIMS., AFRIN., MBA. dan F.X. Sugiyanto yaitu pengarang buku Marine Insurance (P & I Insurance) serta Ketua INAMPA dan Maritime Pilot Association Capt. Purnama S. Meliala dan Direktur PT Pelindo IV Pasoroan Herman Harianja.

Diharapkan melalui seminar Indo Marine 2012 ini dapat meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia Maritim Indonesia dan turut ikut mencerdaskan bangsa serta dapat menyumbangkan masukan-masukan baru atau pemikiran bagi kemajuan industri maritim Indonesia.

www.kemhan.go.id/kemhan

Indonesia, Negara Bahari Yang Minim Riset Maritim

Laut Indonesia
Negara Maritim, Riset Kelautan RI Minim

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi lautan. Namun, riset di bidang kelautan di Indonesia masih rendah. Menurut Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sudirman Saad, usai menghadiri Seminar Nasional Kelautan di Aula Timur Institut Teknologi Bandung (ITB) Jalan Ganeca, Bandung, Kamis 1 November, kondisi ini menghawatirkan, mengingat Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas.

Sudirman menyebut, riset kelautan di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan riset tentang angkasa. Bahkan jika dibandingkan dengan negara lain, riset kelautan di Indonesia kalah maju. "Saat ini Jepang menjadi negara yang riset kelautannya paling maju," ujarnya.

Padahal, kata Sudirman, riset kelautan bisa membantu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana alam. Misalnya untuk mendeteksi gempa bumi, tsunami, atau yang baru-baru ini badai Sandy yang melanda New York, Amerika Serikat. "Dengan adanya berbagai kejadian alam, riset kelautan menjadi soroton semua pihak khususnya untuk mengantisipasi bencana," terangnya.

Riset kelautan juga bisa makin meningkatkan kualitas hasil laut oleh para nelayan. Untuk itu, dia berharap rises kelautan makin ditingkatkan. Maka, KKP pun berupaya menambah anggaran penelitian atau riset untuk memaksimalkan potensi kelautan, khususnya bagi nelayan. Anggaran riset tahun ini hanya Rp300 miliar, rencananya tahun depan akan ditambah menjadi Rp600 miliar. "Nantinya hasil riset akan diaplikasikan, tidak dibiarkan. Untuk menambah gairah para periset khususnya dari kalangan kampus," terangnya.

www.antaranews.com

Sabtu, 10 November 2012

Museum Nasional Maritim Belitung Akan Segera Dibangun

Museum Maritim
Pemerintah bulatkan tekad bangun museum maritim Belitung

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan segenap instansi terkait semakin membulatkan tekad membangun Museum Nasional Maritim di Kabupaten Belitung senilai Rp 250 miliar. Hal tersebut terbukti dengan dilaksanakannya Rapat Koordinasi Sinkronisasi Percepatan Pembangunan Museum Maritim Tanjungpandan, Selasa hingga Kamis, di Tanjungpandan, Belitung.

Rapat dihadiri antara lain oleh Bupati Belitung, Darmansyah Husein, Direktur Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Bappenas, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dewan Kelautan Indonesia dan beberapa instansi pemerintah provinsi dan kabupaten.

Dalam rapat dibahas mengenai konsep percepatan pembangunan museum dan penguatan kembali komitmen bersama dalam mewujudkan terbangunnya museum. "Saya sudah hampir sembilan tahun jadi bupati dan telah menyaksikan peletakkan batu pertama oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia di awal jabatan saya, tapi hingga sekarang museum belum juga berdiri," kata Bupati Darmansyah di Tanjungpandan, Rabu malam.

Meski demikian, Bupati tetap optimis museum akan terbangun dengan komitmen baru dari berbagai pihak melalui rapat koordinasi tersebut. "Meski terlambat tidak apa-apa, yang penting museum terbangun dan bisa menjadi rujukan pembelajaran kebudayaan maritim di tanah air," kata dia.

Museum Nasional Maritim Belitung direncanakan dibangun di atas lahan seluas 8,7 hektare di Pantai Penyarean, Kecamatan Sijuk, Belitung. Dana yang dianggarkan untuk pembangunan museum sebesar Rp250 miliar yang merupakan dana dari APBN, APBD dan APBD kabupaten.

www.antaranews.com

Jumat, 09 November 2012

Kapal Phinisi Cinta Laut Dan Perahu Sandeq Hadiri Undangan Budaya Di Johor, Malaysia

Phinisi Cinta Laut
Phinisi dan Sandeq Jadi Duta Budaya ke Malaysia

Untuk pertama kalinya, dua perahu legendaris dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, phinisi dan sandeq akan berduet menjadi duta budaya dari Indonesia di acara kebudayaan tingkat internasional di Malaysia. Dalam rangka pertukaran budaya, dua perahu tradisional tersebut diundang menghadiri "Perayaan Sempena Peristiharaan Bandar Maharani Bandar Diraja", Muar Johor, Malaysia pada 20 - 26 November 2012 mendatang. "Perahu phinisi akan diwakili phinisi Cinta Laut yang akan memulai pelayaran ke Johor Malaysia, Kamis (8/11/2012)," kata Ratna Maruddin, salah seorang panitia acara Pelepasan Kapal Phinisi KLM Cinta Laut.

Di atas kapal dibawa serta dua unit perahu sandeq beserta pelayarnya yang didatangkan khusus dari Mandar, Sulawesi Barat. Nantinya Phinisi Cinta Laut dan sandeq Sossorang 1 dan Sossorang 2 akan berparade. Phinisi Cinta Laut adalah kapal riset milik Lembaga Perahu, Universitas Hasanuddin Makassar. Phinisi tersebut dibuat di Bulukumba pada tahun 2003. Setiap tahun, Cinta Laut berlayar melakukan penelitian di Selat Makassar dan Laut Flores, khususnya Kepulauan Spermonde dan Kepulauan Taka Bonerate.

Lembaga Perahu juga memiliki program praktik berlayar bagi mahasiswa beberapa perguruan tinggi di Indonesia, yaitu Universitas Hasanuddin, Institut Pertanian Bogor, Universitas Negeri Gorontalo, dan Universitas Gadjah Mada. Phinisi Riset Cinta Laut juga pernah digunakan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melakukan penelitian pulau-pulau kecil, mulai dari Laut Flores hingga Kepulauan Banggai dan Kepulauan Togian. Organisasi pecinta alam Wanadri juga menggunakan Cinta Laut dalam Ekspedisi Garis Depan Nusantara bagian timur Indonesia. Pelayaran selama beberapa bulan mengunjungi satu per satu pulau-pulau terdepan (terluar) Nusantara yang berbatasan dengan negara lain.

Phinisi yang berlayar akan diawaki enam kru Cinta Laut, dua pelayar sandeq dari Mandar, dan perwakilan Lembaga Perahu. Mereka adalah Oding Wahyudin (nakhoda), Sainuddin Dg. Nai (kepala kamar mesin), Abdillah (operator), Nurdin Dg. Rurung (koki), Youdi Rambi (juru minyak), Muhammad Irwan Mappa (jurumudi), Jabir Yongnge (pelayar sandeq), dan Sadar Cadang (pelayar sandeq). "Kami akan menempuh pelayaran Makassar - Johor - Makassar kurang lebih 4.000 mil laut dengan waktu tempuh sekitar satu bulan, melintasi Selat Makassar, Laut Jawa, Selat Karimata, dan Selat Malaka. Ini merupakan pelayaran pertama phinisi Cinta Laut ke luar negeri," kata Muhammad Ridwan, perwakilan Lembaga Perahu.

Dalam rangka pelayaran phinisi Cinta Laut ke Johor, Malaysia, Universitas Hasanuddin mengadakan acara pelepasan di Anjungan Pantai Losari, Makassar. Acara dihadiri Gubernur Sulawesi Selatan, Rektor Universitas Hasanuddin, Ketua Lembaga Perahu, dan Pegawai Daerah Muar Johor, Malaysia. Sebelum melepas pelayaran, dilaksanakan penandatanganan kontrak "Persepahaman Perjanjian Bersama Antara Lembaga Perahu Makassar Indonesia dan Pejabat Daerah Muar Johor Malaysia." Acara tersebut diiringi tarian Saouran Bushi oleh Japan Lovers Community dan tarian Paduppa oleh UKM Tari Universitas Hasanuddin.

regional.kompas.com

Selasa, 06 November 2012

Seabreacher X, Motorboat Yang Bisa Melakukan Lompatan Lumba-lumba

Seabreacher X
Seabreacher X merupakan motorboat yang dirancang oleh Innespace Productions, perusahaan yang khusus memproduksi kendaraan air untuk perorangan. Keseluruhan desain kendaraan air buatan perusahaan yang berbasis di AS ini lebih ditujukan untuk sport dan kesenangan, diantaranya adalah motorboat Seabreacher X yang seperti tampak pada gambar.

Seabreacher X memiliki tampilan mirip ikan hiu dan hanya dikendarai oleh satu orang. Kendaraan air ini mampu melaju hingga kecepatan 50 mph (80 km/jam). Fitur tenaga dorong yang terpasang pada bagian atas, bawah, kanan, dan kiri Seabreacher X membuatnya mampu melakukan berbagai manuver yang tidak bisa dilakukan oleh kendaraan air lainnya. Diantaranya adalah melaju dibawah permukaan air lalu tiba-tiba timbul keatas permukaan dengan lompatan ikan lumba-lumba.

Seabreacher X digerakkan oleh mesin empat langkah Rotax 1500cc. Kekuatan mesin ini setara dengan 260 tenaga kuda. Sirip-sirip yang terpasang dibeberapa bagian kendaraan dan dibantu beberapa motor vektor pendorong yang berfungsi seperti pada jetski membuat pengemudi bisa melakukan manuver rolling (memutar badan Seabreacher X sambil terus melaju) layaknya seekor hiu atau lumba-lumba.

Seabreacher X dirancang untuk bisa digunakan pada air tawar dan laut. Menurut pihak Innespace Productions, kendaraan ini mereka tawarkan pada kisaran harga US $ 250.000.

seabreacher.com

Senin, 05 November 2012

Opsi Ketiga Untuk UU Pelayaran

Kapal Laut
Opsi ketiga untuk UU Pelayaran

Beberapa bulan terakhir pada 2010, dunia pelayaran nasional memanas menyusul digulirkannya rencana revisi terbatas UU No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran oleh pemerintah. Diperkirakan situasi ini akan terus berlanjut dalam tahun ini, bahkan mungkin akan bereskalasi karena telah terlontar berbagai pernyataan menyakitkan dari pihak-pihak yang berseteru. Karenanya, tertutup sudah peluang untuk berbaikan.

Pihak yang menentang revisi menilai kebijakan pemerintah tersebut berpotensi menggagalkan penerapan azas cabotage yang telah susah payah mereka perjuangkan sejak 2005. Sementara, pemerintah menilai penerapan azas cabotage, terutama untuk sektor minyak dan gas, dapat menurunkan produksi minyak nasional sebesar 270.000 barel per hari (bph).

Sebagaimana galibnya, pemerintah keukeuh dengan rencananya; anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Soalnya rencana revisi sudah masuk dalam program legislasi nasional DPR RI.

Opsi ketiga

Interaksi antara pemerintah dan kelompok penentang revisi UU Pelayaran hanya menyediakan dua opsi untuk disikapi oleh stakeholder atau pemangku kepentingan kemaritiman di Tanah Air, menolak atau mendukung. Sebetulnya, ada opsi ketiga yang layak dipertimbangkan, yaitu merevisi total peraturan perundangan itu. Revisi total dibutuhkan karena UU Pelayaran menyimpan beberapa kesalahan yang sangat substansial akibat dari konfigurasi politik ketika ia dibahas di DPR beberapa tahun lalu.

Konfigurasi tadi mengakibatkan pembahasan RUU tidak maksimal dan sarat dengan politik barter; ada pengaturan yang seharusnya dimasukkan tetapi ditinggalkan atau sebaliknya. Jika kesalahan itu tidak diperbaiki melalui revisi total sekarang, revisi parsial yang akan dilakukan tidak akan banyak berpengaruh. Bisa jadi persoalan yang mendorong pemerintah merevisi ketentuan itu, yakni kekhawatiran tidak akan tercapainya lifting minyak seperti yang ditargetkan dalam APBN, dapat dipecahkan.

Namun, karena UU Pelayaran dari sono-nya sudah mengidap "kekurangan genetis" dikhawatirkan akan muncul persoalan lain yang membutuhkan revisi juga jika ingin diselesaikan. Kesalahan substansial UU Pelayaran yang pertama adalah ia tidak memiliki spirit inklusifitas (all inclusive policy). Simaklah pernyataan Direktur Lalu Lintas Laut, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dalam media massa. Menurut dia, pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas desakan INSA untuk tidak memberikan lagi persetujuan operasi untuk kapal bertipe jack up rig, MODU (mobile offshore drilling unit), drill ship, seismic 3D, dan construction ship karena kewenangan penuh ada di tangan BP Migas.

Jika UU Pelayaran mengadopsi spirit inklusifitas, kejadian di depan tidak akan terjadi. Ini berarti, selama suatu benda memiliki karakteristik kapal atau dianggap, maka Kemenhub-lah instansi satu-satunya dan terakhir yang memiliki kewenangan mengaturnya. Di Inggris semua tipe kapal pengaturannya berada di bawah jurisdiksi otoritas pelayarannya.

Armada perikanan juga menyimpan potensi permasalahan seperti yang dialami oleh armada offshore karena kewenangan penuh pengaturannya tidak berada di tangan Kemenhub. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah instansi utama yang mengaturnya. Lembaga ini malah memiliki syahbandar sendiri untuk menegakkan peraturan perundang-undangan terkait kapal perikanan.

Keberadaan Penjagaan Laut dan Pantai atau Indonesia Sea and Coast Guard yang hanya mengemban fungsi keselamatan pelayaran (maritime safety), padahal di banyak negara lembaga ini juga berfungsi menjalankan maritime security atau keamanan maritim, juga dimungkinkan terjadi karena tidak adanya prinsip inklusivitas dalam UU Pelayaran.

Tidak inklusifnya UU Pelayaran sebetulnya bukan hal yang aneh. Di Indonesia hampir semua aturan perundang-undangan disusun dalam keadaan vakum. Kementerian yang mengusulkan satu RUU sangat dikuasai oleh ego sektoralnya masing-masing, sehingga pengaturan yang seharusnya menjadi jurisdiksi kementerian lain tetap saja diklaim dan ingin diatur berdasarkan aturan yang mereka buat.

Kesalahan mendasar UU Pelayaran yang terakhir, ia tidak menerapkan prinsip segregasi. Maksudnya, lembaga baru yang diamanatkan oleh peraturan tersebut untuk dibentuk, dalam hal ini Otoritas Pelabuhan, tidak dipisahkan (segregate) dari induknya, Kemenhub. Maksud dipisahnya lembaga baru dari induknya adalah untuk mencegah conflict of interest yang mungkin saja muncul antara lembaga baru itu dengan induknya ketika menjalankan fungsi yang diembannya.

Di samping itu, prinsip segregasi menjadikan personil yang mengisi jabatan di lembaga baru lebih kredibel karena dipilih dengan syarat-syarat yang ketat, bahkan difit-and-proper test di parlemen. Sayangnya, prinsip segregasi tidak menjiwai UU Pelayaran sehingga personil yang ditunjuk untuk mengawaki OP dipilih tidak berdasarkan prinsip the right man on the right place, melainkan like dan dislike. Jadinya, lembaga itu dinilai tidak akan sanggup memajukan pelabuhan nasional.

antaranews.com